Saturday, December 27, 2014

MILAN

“yakin mau pulang? Diluar masih hujan..”

“lupa ya sebelum ke sini saya bilang apa?”

“tapi tadi belum hujan dan kamu nggak bawa mobil”

Perempuan itu masih sibuk membetulkan riasannya, membubuhkan sedikit perona pipi kemudian memoles bibirnya yang indah dengan gincu merah.

“saya antar ya?”


Dia mengangguk.

“hanya sampai ujung jalan” tambahnya.

***

Milan, namanya. Sejujurnya tidak ada  yang istimewa darinya selain kenyataan bahwa dengan melihat senyumnya saja saya sudah jatuh cinta setengan mati. Milan adalah tipikal wanita karir ibu kota, cantik, cerdas dan mandiri. Dengan lekuk tubuh indah dan kulit seputih kapas, milan jelas sudah merebut hati siapapun yang melihatnya.

“mikirin apa sih  kok diem aja?” tanganya yang dingin menyentuh lengan saya, lembut.

“kenapa sih kamu nggak pernah mau bermalam di tempat saya?”

“kan kita sudah pernah bahas”

“kalo alasannya karena kamu harus berangkat pagi-pagi ke kantor, saya bisa antar”

“kamu nih, berangkat kuliah aja masih sering kesiangan kok gaya-gayanyan mau nganter saya” 

Milan tersenyum meledek, cantik bukan main.

“kalau mau saya bisa kok bangun pagi” saya mulai menggerutu

“saya harus pulang, ada yang menunggu di rumah, kamu tau itu..” balasnya, lirih.

“kaya anak kecil”

Milan memilih diam, enggan memperpanjang pertengkaran. Saya membuka jendela mobil dan mulai menyulut rokok. Sementara di luar rintik hujan masih dengan manisnya menghiasi macetnya jalanan jakarta.