“yakin mau pulang? Diluar masih hujan..”
“lupa ya sebelum ke sini saya bilang apa?”
“tapi tadi belum hujan dan kamu nggak bawa mobil”
Perempuan itu masih sibuk membetulkan riasannya, membubuhkan
sedikit perona pipi kemudian memoles bibirnya yang indah dengan gincu merah.
“saya antar ya?”
“hanya sampai ujung jalan” tambahnya.
***
Milan, namanya. Sejujurnya tidak ada yang istimewa darinya selain kenyataan bahwa
dengan melihat senyumnya saja saya sudah jatuh cinta setengan mati. Milan adalah
tipikal wanita karir ibu kota, cantik, cerdas dan mandiri. Dengan lekuk tubuh
indah dan kulit seputih kapas, milan jelas sudah merebut hati siapapun yang
melihatnya.
“mikirin apa sih kok
diem aja?” tanganya yang dingin menyentuh lengan saya, lembut.
“kenapa sih kamu nggak pernah mau bermalam di tempat saya?”
“kan kita sudah pernah bahas”
“kalo alasannya karena kamu harus berangkat pagi-pagi ke
kantor, saya bisa antar”
“kamu nih, berangkat kuliah aja masih sering kesiangan kok
gaya-gayanyan mau nganter saya”
Milan tersenyum meledek, cantik bukan main.
“kalau mau saya bisa kok bangun pagi” saya mulai menggerutu
“saya harus pulang, ada yang menunggu di rumah, kamu tau
itu..” balasnya, lirih.
“kaya anak kecil”
Milan memilih diam, enggan memperpanjang pertengkaran. Saya
membuka jendela mobil dan mulai menyulut rokok. Sementara di luar rintik hujan
masih dengan manisnya menghiasi macetnya jalanan jakarta.